BeritaMalang - Kota Batu akan memiliki Pusat pendidikan dan kampanye Hak Asasi Manusia (HAM). Sebuah lembaga bernama 'Omah Munir' bakal diluncukan pada Desember mendatang.
'Omah Munir' berlokasi di kediaman pejuang HAM Munir Said Talib Jalan Bukit Berbunga Nomor 2 RT 04 RW 07 Sidomulyo, Kota Batu. 'Omah Munir' yang dibangun oleh para sahabat yang tergabung dalam Perkumpulan Munir ini diharapkan bisa menjadi tempat bertemu, berdiskusi dan belajar tentang HAM.
"Bukan mengkultuskan Cak Munir, kita hanya mendesikasikan semangat perjuangannya," kata Eksekutif Perkumpulan Munir, Luthfi J Kurniawan, dalam refleksi Sembilan Tahun Munir Terbunuh, Sabtu (7/9) malam, seperti dikutip Tempo. Refleksi bertujuan memberikan suntikan semangat melawan lupa atas kasus pembunuhan Munir pada 7 September 2004.
Rumah yang ditempati istri Munir, Suciwati, dan kedua anaknya, Alif Allende, dan Diva Suukyi itu disulap menjadi museum dan tempat diskusi. Di atas bangunan 250 meter persegi bakal dipajang aneka jenis barang pribadi Munir. Juga dilengkapi ruang audio visual, ruang pameran, ruang seni dan perpustakaan.
"Buku koleksi Cak Munir bisa dibaca siapa saja," tambahnya.
Kini, Suciwati melalui Perkumpulan Munir tengah menggalang dana untuk mewujudkan mimpi meneruskan perjuangan Munir. Tak hanya dana, sejumlah mahasiswa juga terlibat aktif menjadi relawan.
Rekan Munir di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang pada 1984, Muhammad Najih menilai Munir sebagai sosok bersahaja dan tak suka kekerasan. Selama kuliah Munir dikenal aktif berorganisasi mulai Himpunan Mahasiswa Islam serta Kelompok Studi Mahasiswa Dinamika.
"Ketika masih mahasiswa Munir membela mahasiswi berjilbab yang disudutkan mahasiswa lain," katanya. Saat itu, kata Najih, mahasiswi berjilbab masih dianggap asing dan aneh. Munir juga pernah dipukuli oleh mahasiswa lain dalam sebuah diskusi di kampus. "Namun dia tidak membalas."
Najih yang juga ketua Lembaga Keadilan dan Bantuan Hukum (LKBH) Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Malang menilai Munir selama ini berjasa dalam profesionalisme TNI. Munir pula yang mendorong konsep pemisahan TNI dengan Polri. "Munir mendorong kesejahteraan TNI ditingkatkan," katanya.
Munir memiliki kepedulian terhadap isu pertahanan dan keamanan sejak mendirikan Imparsial. Itu setelah dia mengetahui bahwa sistem persenjataan dan keamanan di Indonesia tertinggal jauh dengan negara lain di kawasan ASEAN. "Munir juga melarang militer berpolitik dan berbisnis. TNI harus fokus pada keamanan."
Peringatan refleksi sembilan tahun Munir terbunuh dilakukan secara sederhana di Wisma Kali Metro, Mertojoyo Kota Malang. Dihadiri seniman, pegiat sosial, akademisi, jurnalis, mahasiswa dan sastrawan. Saraseha HAM juga diselingi pembacaan puisi, nyanyian dari Kelompok Pengamen Jalanan. Acara dibuka dengan pemutaran film dokumenter kisah Munir berjudul "Kiri Hijau Kanan Merah" karya Dandhy D. Laksono. (Tbl/Tempo/BeritaMalang)
'Omah Munir' berlokasi di kediaman pejuang HAM Munir Said Talib Jalan Bukit Berbunga Nomor 2 RT 04 RW 07 Sidomulyo, Kota Batu. 'Omah Munir' yang dibangun oleh para sahabat yang tergabung dalam Perkumpulan Munir ini diharapkan bisa menjadi tempat bertemu, berdiskusi dan belajar tentang HAM.
"Bukan mengkultuskan Cak Munir, kita hanya mendesikasikan semangat perjuangannya," kata Eksekutif Perkumpulan Munir, Luthfi J Kurniawan, dalam refleksi Sembilan Tahun Munir Terbunuh, Sabtu (7/9) malam, seperti dikutip Tempo. Refleksi bertujuan memberikan suntikan semangat melawan lupa atas kasus pembunuhan Munir pada 7 September 2004.
Rumah yang ditempati istri Munir, Suciwati, dan kedua anaknya, Alif Allende, dan Diva Suukyi itu disulap menjadi museum dan tempat diskusi. Di atas bangunan 250 meter persegi bakal dipajang aneka jenis barang pribadi Munir. Juga dilengkapi ruang audio visual, ruang pameran, ruang seni dan perpustakaan.
"Buku koleksi Cak Munir bisa dibaca siapa saja," tambahnya.
Kini, Suciwati melalui Perkumpulan Munir tengah menggalang dana untuk mewujudkan mimpi meneruskan perjuangan Munir. Tak hanya dana, sejumlah mahasiswa juga terlibat aktif menjadi relawan.
Rekan Munir di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang pada 1984, Muhammad Najih menilai Munir sebagai sosok bersahaja dan tak suka kekerasan. Selama kuliah Munir dikenal aktif berorganisasi mulai Himpunan Mahasiswa Islam serta Kelompok Studi Mahasiswa Dinamika.
"Ketika masih mahasiswa Munir membela mahasiswi berjilbab yang disudutkan mahasiswa lain," katanya. Saat itu, kata Najih, mahasiswi berjilbab masih dianggap asing dan aneh. Munir juga pernah dipukuli oleh mahasiswa lain dalam sebuah diskusi di kampus. "Namun dia tidak membalas."
Najih yang juga ketua Lembaga Keadilan dan Bantuan Hukum (LKBH) Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Malang menilai Munir selama ini berjasa dalam profesionalisme TNI. Munir pula yang mendorong konsep pemisahan TNI dengan Polri. "Munir mendorong kesejahteraan TNI ditingkatkan," katanya.
Munir memiliki kepedulian terhadap isu pertahanan dan keamanan sejak mendirikan Imparsial. Itu setelah dia mengetahui bahwa sistem persenjataan dan keamanan di Indonesia tertinggal jauh dengan negara lain di kawasan ASEAN. "Munir juga melarang militer berpolitik dan berbisnis. TNI harus fokus pada keamanan."
Peringatan refleksi sembilan tahun Munir terbunuh dilakukan secara sederhana di Wisma Kali Metro, Mertojoyo Kota Malang. Dihadiri seniman, pegiat sosial, akademisi, jurnalis, mahasiswa dan sastrawan. Saraseha HAM juga diselingi pembacaan puisi, nyanyian dari Kelompok Pengamen Jalanan. Acara dibuka dengan pemutaran film dokumenter kisah Munir berjudul "Kiri Hijau Kanan Merah" karya Dandhy D. Laksono. (Tbl/Tempo/BeritaMalang)




0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !